Rabu, 31 Oktober 2018

Literature Translation


Translate of Yoneko’s Earthquake
Yoneko Hosoume menjadi orang yang sangat kritis dimalam yang kesepuluh dibulan maret tepatnya pada tanggal 10 tahun 1993, Hanya berselang beberapa bulan setelah Ia mengetahui Tuhan untuk pertama kalinya. Waktu itu Ia berusia 10 tahun, tentunya Ia sudah mendengar cerita orang-orang tentang Tuhan sebelumnya, jauh sebelum Marpo datang. Sepupunya yang tinggal di kota yang mayoritas beragama Kristen, tinggal bersebelahan dengan gereja Baptist yang khusus diperuntukkan untuk orang jepang. Di kota tempat para-sepupunya tinggal ini, beberapa orang sepupunya telah dibaptiskan, dan mereka sangat bangga dengan keadaan mereka. Yoneko sangat terkesan dengan cerita sepupu-sepupunya ini, setelah itu Ia memanggil mereka dengan ucapan “sepupu-sepupuku, umat Kristen.” Yonekopun juga ingin dibaptis seperti umat Kristen lainnya, tapi Ia sadar bahwa itu tidak mungkin, karena tidak ada gereja baptis untuk orang jepang yang ada di desa di tempat Ia tinggal. Membangun gereja seperti itu tidak akan berguna disana, sebab orang jepang yang ada di sana hanya Yoneko, Ayahnya, Ibunya dan Adik laki-lakinya Seigo. Mereka juga satu-satunya yang memiliki hasil pertanian yang beragam seperti blackberry, kol, rhubarb, kentang, ketimun, bawang dan belewah. Keseluruhan daerahnya tampak seperti hamparan kebun jeruk yang luas.
Pernah sekali Yoneko memasuki gereja sepupunya, tetapi Ia tidak bisa lagi kesana tanpa rasa malu. Kejadiannya, saat sepupu-sepupu Yoneko mengajak Yoneko dan adiknya untuk ikut dengan mereka ke-Sekolah hari Minggu. Gerejanya sempit, terbuat dari kayu dan tampak misterius dengan warna catnya yang abu-abu kebiruan serta menaranya yang tinggi, tetapi ruang belajar berada di lantai bawah gereja dan tampak biasa-biasa saja, dengan meja-meja, papan tulis, dan penghapus. Mereka semuanya menyanyikan lagu “Let Us Gather at the River” dalam bahasa jepang. Berikut ini lagunya:
Mamonaku Kanata no
Nagare no soba de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to

Mamonaku ai-masho
Kirei-na, kirei-na kawa de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to.


Yoneko sama sekali tidak mengetahui lagu itu, tapi Ia sangat pandai menyesuaikan diri, Ia membuka mulutnya dan berkomat-kamit serta memasang mimik dan dengan tenang mengikuti Irama lagunya. Semuanya bernyanyi dengan serius, tapi mereka tidak menyadari kalau sebenarnya Yoneko tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Kemudian semunya kembali duduk dan gurunya berkata, “mari kita berdo’a.” sepupu-sepupunya dan murid-murid lainnya membungkukkan dadanya mereka kemeja dan mengepalkan tangan mereka di depan wajah mereka, Yoneko juga melakukan hal yang sama. Tapi tidak dengan Seigo. Karena, disaat semuanya masih tenang seseorang masih menyadari desakan dan hembusan pepohonan yang ada diluar, Seigo duduk dengan Yoneko, tiba-tiba menyandarkan badannya ke leher Yoneko dan berkata dengan prihatin, “kak, kenapa kau menangis? Jangan menangis.” Meski guru itu tertawa, Yoneko tetap malu karena Seigo telah mengungkap identitas mereka sebagai penyelundup kedalam gereja itu. Yoneko mencubiti adiknya dan adiknya menangis sehingga Yoneko harus menyeretnya keluar, untung Ia disorot karena Ia pipis dalam celana. Tapi diwaktu itu Seigo masih berumur tiga tahun, sehingga tidak pantas rasanya untuk mengharapkan Ia melakukan hal-hal yang bermartabat.
Sehingga mengingatkan Marpo untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada Yoneko, Marpo dengan wajah yang tampak seperti kecoklatan, kumis tipis dan jarang seperti Edmund Lowe, yang memiliki senyum seperti emas putih. Marpo kini telah berusia dua puluh tujuh tahun, lahir di Filipina, dan nama akhirnya sangat bagus, kira-kira seperti Humming Wing, tapi tidak ada satu orangpun yang tahu bagaimana cara mengejanya. Marpo lebih suka makan nasi, seolah-olah Ia adalah orang jepang, akan tetapi Ia tidak pernah duduk dan makan bersama dengan di meja makan keluarga Hosoume, karena Ia tinggal di rumah bedeng yang ada di luar, dekat gudang dan ia memasak sendiri makanannya. Suatu ketika, Yoneko membaca sebuah buku yang menceritakan bahwa orang-orang Filipina menangkap anjing liar, membiarkan anjing itu kelaparan untuk beberapa lama. Lalu memberinya makan segunung nasi, kemudian membunuhnya disaat anjing itu kekenyangan, mereka membakar anjing-anjing itu kemudian memakannya, menurut buku itu jenis makanan ini adalah makanan yang enak. Tidak bisa menyembunyikan rasa jijik dan rasa penasarannya, Yoneko langsung menemui Marpo dan bertanya, “marpo, benarkah kau memakan anjing?” dan sambil tersenyum Ia menjawab “jangan bercanda, sayang!” hal ini membuatnya tertawa tiada henti-hentinya, sebab itu hanyalah sebuah puisi, dan akhirnya Ia benar-benar melupakan semua hal yang terkait anjing liar itu.
Tampaknya tidak ada pekerjaan yang tidak bisa Marpo lakukan, Tuan Hosoume mengatakan kalau Marpo adalah pekerja terbaik yang pernah Ia miliki dan Ia selalu mengatakan ini, karena faktanya tidak terbantahkan umumnya orang jepanglah yang rajin dan orang Filipina yang pemalas tapi tidak dengan Marpo. Tuan Hosoume mengatakan bahwa Marpo tumbuh di Hawaii, yang terkenal dengan pengaruh jepangnya. Marpo belajar di sekolah missionaries yang ada di sana dan Ia memiliki Alkitab pemberiannya gurunya. Alkitab itu bersampulkan sampul kulit selembut kain, dengan tepian sambul berwarna keemasan dan pita tipis berwarna ungu sebagai penandanya. Marpo selalu menyimpan Alkitab itu di meja kecil yang ada di rumah bedengnya, yangmana tidak ada kasur dengan pegas tapi hanya ranjang bertingkat tiga yang beralaskan matras. Di halaman pertama buku itu, yang keras dan berwarna hitam, Gurunya menuliskan kata “Jika kita mendekat pada tuhan, maka Ia-pun akan mendekat kepada kita.”
Hal apa sajakah yang sebenarnya dapat dilakukan Marpo? Kenapa, hampir seluruh waktu senggang digunakan untuk membicarakan prestasi-prestasinya, karena bukan hanya Marpo si Kristen dan Marpo si pekerja terbaik, tetapi Marpo si atlet, Marpo si musisi (instrument dan vocal), Marpo si seniman, dan Marpo si teknisi radio:
(1)       Sebagai atlet, Marpo memiliki sepasang sepatu yang dilengkapi dengan paku-paku tajam ditapak sepatunya, yang Ia semir selalu. Ketika memakai sepatunya, Ia akan meluncur dari jalan setapak ke jalan raya yang berjarak kira-kira setengah mil dan kembali lagi. Waktu pertama kali bekerja dengan keluarga Hosoume, Ia melakukan pacu lari tiap malamnya. Sebelum Ia makan malam tapi seiring berjalannya waktu Iapun jarang melakukannya, ketika Ia pergi, Ia tidak pernah lagi menyentuh sepatu itu selama beberapa bulan. Ia juga memiliki alat pembentuk otot pemberian Charles Atlas, meskipun ukuran badannya biasa-biasa saja, Ia bisa meregangkannya dengan dengan lengannya. Giginya begermertak dan badannya menjadi gemetar. (2) Sebagai seniman, Marpo melukis gambar-gambar bintang film favoritnya, semuanya wanita dan berambut pirang, seperti Ann Harding dan Jean harlow, dan Ia memajang lukisannya di dinding. Ia juga membuatkan Yoneko sebuah alat yang dapat dilipat terbuat dari kayu yang disangga oleh dua buah pensil, di bagian atasnya satu dan yang sisilainnya juga satu, dan Ia juga dapat merubahnya dalam dua bentuk yang Ia sukai dari banyak bentuk yang Ia ingini. Meskipun dulunya itu adalah percobaan yang belum sempurna, dan Seigo menghancurkannya hingga terpisah-pisah suatu hari ketika Yoneko tidak lagi bersekolah. Ia mengatakan Marpo mencoba untuk mengkopi penelitian Boob McNutt dari kertas yang bagus saat itu gagal.             (3) Sebagai Musisi, Marpo memiliki biola seharga 100 dolar. Ia menyimpannya di sebuah kotak yang memiliki pinggiran yang bewarna merah beludru, Ia membungkus biola itu dengan selendang sutera berwarna merah. Ia menyelipkan biola itu di dagunya ketika Ia memainkannya. Marpo juga penyanyi, suara tenornya yang lembut mengalun dalam irama yang indah dan bergetar menggetarkan jakun dan ibu jarinya ketika bernyanyi. Daftar lagu untuk vocal dan untuk biolanya berjumlah sama, kebanyakan himne dan lagu Irlandia. Ia sangat menyukai “The Rose of Tralee” dan “Londonderry Air.” (4) Yang terakhir, sebagai teknisi radio yang telah menghabiskan dua musim dingin di sekolah khusus teknisi radio di kota, Marpo telah merakit sebuah radio yang menyiarkan acara hiburan

Akan tetapi, tidak semua kepandaian yang dimiliki Marpo terungkap seperti yang ada di sini. Yoneko menemukannya sedikit demi sedikit setiap harinya, melalui pertanyaan yang gemblang, menyelidiki barang-barang Marpo, bahkan menguntitnya diam-diam meskipun yang ini jarang dilakukan. Faktanya, Ia dan Seigo mengujungi Marpo setidaknya sehari dan mereka berdua selalu merasa kagum dengan apa yang mereka temukan. Satu hal yang sangat mengejutkan ternyata Marpo menjadi pemalu, penurut dan pendiam ketika ada Tuan dan Nyonya Hosoume. Dengan yoneko dan Seigo Ia lebih percaya diri dan lebih santai.
Tidak diingat lagi sudah berapa lama Yoneko dan Marpo larut dalam diskusi mereka tentang agama. Cukup penting untuk diketahui bahwa Yoneko adalah umat sejati, mengagumi yesus, merindukan surge, dan takut akan neraka. Suatu ketika Marpo memberikan penjelasan kepada Yoneko tentang dasar-dasar nilai agama, Yoneko tidak pernah menanyakan kebenaran, pertanyaan yang Ia tanyakan bukanlah untuk mencari pembuktian atas penafsirannya dan tidak pula mencari penjelasan terhadap keraguannya, tapi menyempurnakan gambaran mentalnya. Contohnya, siapa menurut Marpo bintang film favorit tuhan? Setan, bagaimana suara tawa Jesus? Pasti seperti music, tambahnya, mengangguk dengan mangguk-mangguk, menjawab pertanyaan sendiri untuk memuaskan dirinya, dan apakah menurut Marpo selera humor tuhan akan tertawa jika mendengar sebuah nyanyian yang dipelajarinya dari teman-temannya hari ini:
Tidak ada serangga di atas kita,
Tidak ada serangga di atas kita,
Mereka mungkin ada di dalam mangkukmu,
Tapi tidak ada serangan di atas kita!
Ataukah, Marpo percaya mata Jesus tidak perih waktu rambut panjang dan bergelombangnya itu disampoi ?
Sungguh dapat mengguncang iman,

Saat siang mulai berganti petang di bulan maret pada tanggal 10, 1993, jam 5 lewat sedikit, ketika Ny. Hosoume menyiapkan makanan, ketika Marpo sendirian menyelesaikan pekerjaannya di lading sebab tuan Hosoume pergi membeli pupuk pakan ayam, dan diwaktu Yoneko dan Seigo sedang mendengarkan Skippy, suatu gemuruh yang besar terdengar dan rumah keluarga Hosoume bergetar dengan hebat seolah-olah beberap raksasa menggenggam rumah itu dengan kedua tangannya lalu menggguncangkannya. Ny. Hosoume, yang teringat akan pengalaman menakutkan yang pernah menimpa dirinya diwaktu kecil dan berteriak, “jishin, jishin!” sebelum Ia lari Ia mengambil Yoneko dan Seigo dengan kedua tangannya dan menyeret mereka keluar. Ia menggiring mereka menuju ketengah daratan kebun rhubarb yang berada tidak jauh dari rumah, mereka semua membungkukkan badannya sambil berangkulan dan menyaksikan benda-benda di sekitar mereka bergoncang-goncang dan bergoyang-goyang. Beberapa saat kemudian, marpo datang dari ladang, bergabung dengan mereka dan berkata, “gempa, gempa!” Marpo memeluk mereka semua dipelukannya, melindungi mereka seperti Ia melindungi dirinya sendiri.
Tuan Hosoume pulang kerumah dilarut malam dengan mobil orang asing yang dikemudikan oleh supir keluarga Reo. Ia kelihatan pucat pasi, gemetaran, matanya jelalatan, Ia bisa dituduh sedang mabuk, kecuali Ia dikenal sebagai orang yang tidak pernah minum. Rupanya Ia sedang berada diperjalanan menuju rumah ketika guncangan pertama datang, Mobil hijau tua milik Reo ditimpa oleh kabel yang tiba-tiba saja terjatuh dari tiang listrik. Tuan Hosoume, yang menyadari sengatan listrik itu dapat mengakhiri hidupnya, langsung menggeliat dan menendang-nendang dan ingin menyelamatkan dirinya. Tangannya melambai-lambai dari setir, mobil itu terbanting keparit, melepaskan dirinya dari kabel yang memercikkan api.

Ia menghabiskan hidupnya setelah peristiwa itu dengan tidak berdaya, berkeliling rumah dan ladangnya dan sering berbaring karena sakit kepala yang teramat sangat dan pusing yang mendadak datang.
Jadi marpolah yang kembali masuk rumah saat Yoneko berteriak, “Jangan, Marpo, jangan!” Ia mengeluarkan kompor minyak Yoneko, makanan, selimut, sementara Mr Hosoume duduk membungkuk diatas tanah didekat keluarganya.
Tanah masih terus-menerus bergetar selama beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi. Keluarga Hosoume dan Marpo Humming Wing tinggal di hamparan rumput hijau yang ada didekat rumah, hamparan rhubarb menghangatkan mereka untuk makan tiga kali sehari dan istirahat dimalam hari. Marpo seringkali masuk rumah meski Yoneko memprotesi dan Ia melaporkan kerusakan-kerusakan kecil; beberapa piring pecah; sekendi mayonnaise jatuh dari rak dan mengotori lantai dapur dengan gumpalankuning dan serpihan-serpihan gumpalan kaca.
Yoneko benar-benar merasa takut mengalami hal ini. Tiba-tiba ia menyadari arti kesemua peristiwa ini, Ia mulai berdoa kepada Tuhan untuk mengakhiri penderitaan ini. Ia sungguh-sungguh memohon kepada Tuhan, memuji-Nya, membujuk-Nya, memerintah-Nya, tapi Tuhan tidak mengabulkan do’anya, tanah masih terus bergemetar. Setelah tiga jam terdiam, berdo’a dengan putus asa, tanpa hasil apapun. Yoneko mulai menuduh Tuhan itu tidak memiliki kekuatan apapun, tidak mempunyai perasaan, kejam, atau tuhan itu tidak ada. Disuatu malam berkabut, di bawah bulan yang memancarkan cahaya pucat, Yoneko menemukan jawabannya. “Ha,” satu-satunya yang Ia katakan dengan suara yang bergemetar, waktu Ia tidak memintanya keluar rumah, “ini semua karena kau dan Tuhanmu!”
Yang lain berpikir secara filosofis terhadap musibah itu, mengatakan, untung mereka tinggal di desa dimana resikonya lebih kecil daripada tinggal di kota.

Setelah tanah berhenti bergemetar dan mayonaisenya yang terjatuh dilantai dapur dibersihkan, semuanya kembali berjalan normal, kecuali Tuan Hosoume yang lebih sering tinggal di rumah. Jika sakitnya berkurang Ia akan makan malam di dapur  diwaktu Ny. Hosoume pulang dari lading. Ny. Hosoume dan Marpo melakukan semua pekerjaan di ladang. Kecuali pada hari-hari tertentu dimana orang-orang meksiko dipekerjakan untuk membantu mereka. Marpo juga mengemudi dan Ia dan Ny. Hosoume sekarang yang pergi kekota setiap minggunya untuk menjual sayuran. Sebab itu, Marpo menjadi sangat dibutuhkan dan Tuan dan Ny. Hosoume sering mengatakan bahwa mereka sangat berterima kasih kepada Marpo.
Saat liburan musim panas dimulai Yoneko tetap tinggal di Rumah, Ia menemukan hal-hal yang kurang menyenangkan di rumahnya, keberadaan ayahnya mengekangnya: contohnya suatu ketika disaat temannya datang kerumah dan bermain membuat permen-permen, Ayahnya melarang mereka, katanya permen menghabiskan gula, dan gula bukanlah alat untuk bermain. Suatu hari disaat yoneko dan temannya bermain boneka-boneka kertas, Ayahnya datang dan memencet hidungnya berpura-pura kalau Ia akan membersihkan ingusnya dengan boneka itu. Hingga membuat Yoneko sangat jengkel dengan ayahnya.
Oleh sebab itu saat Ibunya pulang dari ladang dan memberikan Yoneko cincin, cincin bewarna keemasan dangan batu kecil bening di atasnya, seraya berkata, “lihat Yoneko, Ibu akan memberimu cincin ini. Kalau ayahmu menanyainya dimana kau mendapatkan ini, bilang saja kalau kau menemukannya di jalan.” Yoneko bingung tapi Ia gembira karena hadiah yang tidak terduga itu. Dan kesempatan untuk menyimpan rahasia untuk balas dendam kepada ayahnya. Dan Ia berkata bersedia memenuhi permintaan Ibunya. Ibunya kembali keladang dan yoneko memasang cincin itu di jari tengahnya. Cincin yang sama dengan cincin yang Ia temukan dalam kotak keripik jagung, akan tetapi yang Ia temukan ini agak lebih besar.
Tuan Hosoume tidak pernah bertanya tentang cincin itu kalau Ia tidak menyadari bahwasanya Yoneko menggunakannya, suatu ketika yoneko berfikir ayahnya akan menyanyakan cincin itu, tapi ayahnya hanya marah karena cat kukunya dipakainya, cat kuku itu ia peroleh dari Yudane Fournier seorang gadis perancis. “kau seperti orang Filipina,” kata Tuan Hosoume dengan marah. Karena merupakan fakta yang tidak terbantahkan menurut orang jepang bahwa orang fillipina pada umumnya berpenampilan mencolok, tiba-tiba Ny. Hosoume datang membela Yoneko, katanya, kalau Ia tidak salah, gadis-gadis di jepang juga melakukan hal yang sama mencat kukunya. Buktinya, Ia ingat, Ia harus memotong kuku panjangnya untuk diwarnai, Ia ingat Ia pernah mengumpulkan daun tsubobana merah atau koyane kuning (yang tumbuh di bagian bawah batu), mengelilinginya, lalu mencampurnya dengan serbuk tawas, kemudian memasaknya lalu membiarkannya semalaman dalam amplop kesemek. Malam kedua, sebelum tidur, Ia membuat benang dari daun palam (karena benang asli mahal diwaktu itu
) dan mengikat kukunya dan melapisinya dengan daun kesemek atau daun kentang manis tadi. Ia tidak berdaya semalaman, ujung jarinya diikat dengan kuat yang menyebabkan jari-jarinya pegal dan sakit, Ia menggertakkan giginya dan berkata pada dirinya, bahwa ketidaknyamanan ini akan membawa keberhasilan. Dipagi hari, akhirnya ikatannya dilepas, Ia melihat jarinya bersinar dengan warna orange kemerah-merahan yang tembus pandang.
Yoneko kagum mendengar cerita Ibunya, karena Ia berfikir Ibunya pasti cantik ketika masih anak-anak walau tanpa kuku yang bersinar, karena meskipun sudah lewat umur 30-an Ibunya masih cantik. Ketika ia lebih muda dari sekarang, Yoneko ingat Ia sering mengejar ibunya ketika ibunya ingin pergi keluar, Ia menjatuhkan diri ke lutut ibunya. Ia telah meninggalkan kebiasaan ini karena Ia harus belajar mengendalikan dirinya, karena diwaktu-waktu seperti itu Ibunya biasa pergi dan mengatakan, “saying, kau terlalu cengeng. Kau harus belajar mandiri.” Ia juga ingat, Ia pernah mendengar orang-orang membandingkan Ibunya dengan embun, bunga mawar setengah mekar.
Tn. Hosoume bertambah jengkel, “yoneko tidak boleh memakai cat kuku,” katanya, Ia baru 10 tahun. “umur jepangnya 11 tahun, dan kita belum terlalu tua,” jawab Ny. Hosoume.
“lihat” ucap Tuan Hosoume, “jika terus membela mereka, mereka akan tidak mematuhi kita dan melakukan semuanya mereka mau. Hanya karena aku sakit sekarang, bukan alasan mereka melawanku dan tidak menghormatiku.
“pernahkah aku melawan padamu sebelumnya,” kata Ny. Hosoume.
“sering,” kata Tuan Hosoume.
“sebutkan satu saja sebagi contohnya,” kata Ny. Hosoume.
Mr. Hosoume terdiam, “cukup keangkuhanmu,” ucap Tn. Hosoume. Karen berbahasa jepang, ayah Yoneko menuduh Ibunya nama Iki.
“nama-iki, nama-iki?” kata Ny. Hosoume, “beraninya kau? Aku takkan membiarkan siapapun memanggilku nama-iki.”
Tuan Hosoume menuju kearah istrinya yang sedang menyetrika dan menamparnya. Ini pertamakalinya Ia melayangkan tangannya pada istrinya. Nyonya Hosoume terdiam sesaat, tetapi Ia tetap menyetrika seolah-olah tidak terjadi apa-apa, sekilas Ia melihat marpo yang ada diruang itu membaca Koran. Yoneko dan Seigo yang sedang mendengar radio menatap orang tua mereka dengan termansur.
“tampar aku lagi!” ucap Ny. Hosoume dengan pelan sambil terus menyetrika. “pukul aku sesukamu!”
Rupanya Tuan Hosoume berniat menampar istrinya, tapi marpo mendekati mereka, dan meletakkan tangannya di bahu Tn. Hosoume, “ada anak-anak disini,” kata Marpo, “anak-anak.”
“urusi urusanmu sendiri,” kata Tuan Hosoume dalam bahasa Inggris yang terbata-bata “keluar aku dari sini!”
Marpo pergi dan semuanya berakhir. Ny. Hosoume berkomat-kamit bahwa Marpo mulai lupa tempatnya siapa dirinya. Sekarang Ia memikirkannya, Marpo mulai lancing kepadanya semenjak suaminya sakit. Katanya hanya karena Marpo tidak pernah melakukan kesalahan bukan berarti Ia bisa menjadi lancang. Ia menambahkan, Marpo harus memperhatikan tingkah lakunya atau Ia bisa saja menjadi pengangguran.
Sesuatau pasti akan terjadi. Hari ini marpo disini, esok hari pasti ia akan pergi, bahkan tampa mengucapkan selamat tinggal pada Yoneko dan Seigo. Itu adalah hari dimana keluarga Housoume pergi kekota disiang hari diakhir pecan. Tidak seperti biasanya, Tuan Hosoume yang sekarang menghindari menyetir sesring mungkin, mengemudikan mobil reonya yang sudah tua seolah-olah mobil itu adalh kuda jantan yang penakut, Ia duduk di kursi kemudi dan memegang roda stirnya. Ia mengemudikan mobilnya dengan kencang dan kira-kira setengah perjalanan kekota mobilnya menabrak seekor anjing collie yang keluar dari halaman seseorang.
Mobilnya bergetar, tapi Tuan Hosoume mengemudikan mobilnya kearah kanan, Yoneko ingin muntah, Ia melihat kebelakang dan melihat anjing itu terbaring diam di ujung jalan. Saat mereka sampai di ruamah sakit jepang, yang merupakan tujuan mereka, Tn Hosoume mengingatkan Yoneko dan Seigo untuk tidak nakal dan menunggu dengan sabar diatas mobil.

Ketika Ny. Hosoume masuk ke mobil, Ia bersandar kebangku mobil dan menutup matanya. Yoneko menanyakan apa yang dideritanya, karena Ia tampak kesakitan, tapi Ia hanya menjawab kalau Ia hanya kurang sehat dan dokter menyarankannya beristirahat. Tn. Hosoume berbalik dan menasihati yoneko dan Seigo untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa mereka pergi kekota pada hari itu. Yoneko dan Seigo menyetujuinya. Di tengah perjalanan pulang, mereka melewati tempat dimana anjing collie tadi ditabrak, Yoneko melihat kesana-sini tapi Ia anjng itu sudah tidak ada lagi.
Tidak lama berselang setelah itu, keluarga Hosoume memperoleh pekerjaan baru, seorang orang jepang yang berusia lanjut yang memiliki potongan rambut seperti anggota militer. Ia tidak seperti Marpo Ia tidak memiliki ketertarikan disamping bekerja, makan, tidur dan bermain gol dengan tuan Hosoume. Sebelum Ia datang Yoneko dan Seigo bermain di rumah bedeng yang kosong itu sambil mengingat kenangan mereka bersama Marpo. Sebenarnya Yoneko lebih terluka dibandingkan dengan apa  yang diakuinya karena Marpo meninggalkannya, pergi secara tiba-tiba tanpa pamit kepadanya. Saat kesedihannya semakin menjadi Ia menghibur dirinya dengan bercerita kepada Seigo bahwa Marpo adalah orang Filipina yasng biasa-biasa saja dan pemakan anjing. Seigo tidak pernah tahu dengan kekecewaan terhadap pekerja baru itu, karena Ia mendadak meninggal. Ia dan Yoneko menghabiskan paginya yang panas dikebun jeruk yang berada tidak jauh, Yoneko membuatnya bingung dengan kata-kata yang Ia sendiri tidak suka mendengarnya; Yoneko memanggilnya Serge bukan Seigo: dan Ia dan hal ini membuatnya jengkel Ia mengejar Yoneko dari satu pohon ke pohon yang lain sepanjang pagi itu. Akhirnya Yoneko mengejeknya dari atas pohon yang berada jauh dari Seigo, sambil bernyanyi, “Kau benar-benar sorang pengecut,” yang adalah lagu yang Ia karang sendiri. Seigo menyeringai dan berteriak, “tentu!” dan Ia pergi meninggalkan Yoneko. Siang harinya, mereka berkeringat karena mereka berlari-larian mengikuti mesin penggali kentang dan pekerja meksiko, mesin orang-oranmg meksiko itu dipekerjakan disiang hari, di ladang, menggali lubang sebesar kelereng, membersihkan kulit kentang, yang ditinggalkan mesin atau pekerja yang lain. Kemudian, ditengah malam Seigo menangis, mengeluh sakit perut. Ny. Hosoume memeriksa kepalanya dan meminta suaminya mencari dokter. Kata dokter Seigo sakit karena banyak makan jeruk muda, kentang mentah dank arena berpanas-panasan. Tapi baru saja dokter itu pergi, seigo jatuh koma dan tidak sadarkan diri dan tetsan darah mengalir dari mulutnya, tuan Hosoume kembali memanggil dokter, dokternya berkata, “tampaknya keadaannya makin parah,” sehingga Seigo meninggal di usia lima tahun.
Ny. Hosoume sanagt terpukul dan matanya bengkak karena selalu menangis setiap pagi selama bebrapa minggu. Sekarang Ia bersikeras untuk mengunjungi kerabatnya yang ada dikota setiap hari minggu, agar Ia bisa pergi kegereja bersama mereka. Suatu minggu, Ia bangkit dari duduk, dan menerima kristus selama mengikuti Ibunya ke gereja, Yoneko akhirnya belajar lagu “Let Us Gather at the Riverd.” Dalam bahasa jepang sekarang Ny. Hosoume tidak tertarik untuk membahas apapun selain Tuhan dan Seigo. Ia sangat gemar bercerita kepada pengunjung gereja tentang bagaimana rupanya seigo sewaktu masih bayi, bagaimana Ia mendandani Seigo seperti anak perempuan sampai berusia dua tahun. Tuan Hosoume sangat lembut kepadanya, diwaktu Yoneko menyebabkan ibunya tertawa cekikikan, Ia mengganggu dan berkata, “benar, Yoneko kita harus buat Ibumu tertawa dan melupakan Seigo.” Yoneko sendiri tidak menafsirkan menafsirkan Seigo sama sekali. Setiap kali ingatan tentang seigo melintas difikirannya, Ia segera mengarang lagu dan ini membuatnya lebih baik.
Suatu malam, ketika pekerja baru itu telah tinggal dengan mereka selama bebrapa waktu, yoneko membantu ibunya dengan piring saat dia mendapati dirinya diperiksa dengan mata yang sangat khas sehingga dengan awal rasa bersalah, dia mulai mencari-cari dalam pikirannya untuk melakukan kejahatan yang baru saja dia lakukan. Jika Anda melakukannya, Tuhan akan mengambil dari Anda seseorang yang Anda cintai. " "Oh, itu," kata Yoneko cepat, "Saya tidak percaya akan hal itu, saya tidak percaya pada Tuhan." Dan kata-katanya bergoyang-goyang melilit satu sama lain, dia terus berusaha menjelaskan beberapa alasannya mengapa. Jika dia lupa menyebutkan ujian yang dia berikan kepada Tuhan selama gempa, mungkin karena dia sedikit kesal. dia telah mempercayai suatu saat bahwa ibunya akan bertanya tentang cincin itu (yang sayangnya sudah hilang, di suatu tempat di flumes di sepanjang tempelan blewah).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar