Translate of Yoneko’s Earthquake
Yoneko Hosoume menjadi orang
yang sangat kritis dimalam yang kesepuluh dibulan maret tepatnya pada tanggal
10 tahun 1993, Hanya berselang beberapa bulan setelah Ia mengetahui Tuhan untuk
pertama kalinya. Waktu itu Ia berusia 10 tahun, tentunya Ia sudah mendengar
cerita orang-orang tentang Tuhan sebelumnya, jauh sebelum Marpo datang.
Sepupunya yang tinggal di kota yang mayoritas beragama Kristen, tinggal
bersebelahan dengan gereja Baptist yang khusus diperuntukkan untuk orang
jepang. Di kota tempat para-sepupunya tinggal ini, beberapa orang sepupunya
telah dibaptiskan, dan mereka sangat bangga dengan keadaan mereka. Yoneko
sangat terkesan dengan cerita sepupu-sepupunya ini, setelah itu Ia memanggil
mereka dengan ucapan “sepupu-sepupuku, umat Kristen.” Yonekopun juga ingin
dibaptis seperti umat Kristen lainnya, tapi Ia sadar bahwa itu tidak mungkin,
karena tidak ada gereja baptis untuk orang jepang yang ada di desa di tempat Ia
tinggal. Membangun gereja seperti itu tidak akan berguna disana, sebab orang
jepang yang ada di sana hanya Yoneko, Ayahnya, Ibunya dan Adik laki-lakinya
Seigo. Mereka juga satu-satunya yang memiliki hasil pertanian yang beragam
seperti blackberry, kol, rhubarb, kentang, ketimun, bawang dan belewah. Keseluruhan
daerahnya tampak seperti hamparan kebun jeruk yang luas.
Pernah sekali Yoneko
memasuki gereja sepupunya, tetapi Ia tidak bisa lagi kesana tanpa rasa malu.
Kejadiannya, saat sepupu-sepupu Yoneko mengajak Yoneko dan adiknya untuk ikut
dengan mereka ke-Sekolah hari Minggu. Gerejanya sempit, terbuat dari kayu dan
tampak misterius dengan warna catnya yang abu-abu kebiruan serta menaranya yang
tinggi, tetapi ruang belajar berada di lantai bawah gereja dan tampak
biasa-biasa saja, dengan meja-meja, papan tulis, dan penghapus. Mereka semuanya
menyanyikan lagu “Let Us Gather at the River” dalam bahasa jepang. Berikut ini
lagunya:
Mamonaku Kanata no
Nagare no soba de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to
Mamonaku ai-masho
Kirei-na, kirei-na kawa de
Tanoshiku ai-masho
Mata tomodachi to.
Yoneko sama sekali tidak
mengetahui lagu itu, tapi Ia sangat pandai menyesuaikan diri, Ia membuka
mulutnya dan berkomat-kamit serta memasang mimik dan dengan tenang mengikuti
Irama lagunya. Semuanya bernyanyi dengan serius, tapi mereka tidak menyadari
kalau sebenarnya Yoneko tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Kemudian semunya
kembali duduk dan gurunya berkata, “mari kita berdo’a.” sepupu-sepupunya dan
murid-murid lainnya membungkukkan dadanya mereka kemeja dan mengepalkan tangan
mereka di depan wajah mereka, Yoneko juga melakukan hal yang sama. Tapi tidak
dengan Seigo. Karena, disaat semuanya masih tenang seseorang masih menyadari
desakan dan hembusan pepohonan yang ada diluar, Seigo duduk dengan Yoneko,
tiba-tiba menyandarkan badannya ke leher Yoneko dan berkata dengan prihatin,
“kak, kenapa kau menangis? Jangan menangis.” Meski guru itu tertawa, Yoneko
tetap malu karena Seigo telah mengungkap identitas mereka sebagai penyelundup
kedalam gereja itu. Yoneko mencubiti adiknya dan adiknya menangis sehingga
Yoneko harus menyeretnya keluar, untung Ia disorot karena Ia pipis dalam
celana. Tapi diwaktu itu Seigo masih berumur tiga tahun, sehingga tidak pantas
rasanya untuk mengharapkan Ia melakukan hal-hal yang bermartabat.
Sehingga mengingatkan Marpo
untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada Yoneko, Marpo dengan wajah yang tampak
seperti kecoklatan, kumis tipis dan jarang seperti Edmund Lowe, yang memiliki
senyum seperti emas putih. Marpo kini telah berusia dua puluh tujuh tahun,
lahir di Filipina, dan nama akhirnya sangat bagus, kira-kira seperti Humming
Wing, tapi tidak ada satu orangpun yang tahu bagaimana cara mengejanya. Marpo
lebih suka makan nasi, seolah-olah Ia adalah orang jepang, akan tetapi Ia tidak
pernah duduk dan makan bersama dengan di meja makan keluarga Hosoume, karena Ia
tinggal di rumah bedeng yang ada di luar, dekat gudang dan ia memasak sendiri
makanannya. Suatu ketika, Yoneko membaca sebuah buku yang menceritakan bahwa
orang-orang Filipina menangkap anjing liar, membiarkan anjing itu kelaparan
untuk beberapa lama. Lalu memberinya makan segunung nasi, kemudian membunuhnya
disaat anjing itu kekenyangan, mereka membakar anjing-anjing itu kemudian
memakannya, menurut buku itu jenis makanan ini adalah makanan yang enak. Tidak
bisa menyembunyikan rasa jijik dan rasa penasarannya, Yoneko langsung menemui
Marpo dan bertanya, “marpo, benarkah kau memakan anjing?” dan sambil tersenyum
Ia menjawab “jangan bercanda, sayang!” hal ini membuatnya tertawa tiada
henti-hentinya, sebab itu hanyalah sebuah puisi, dan akhirnya Ia benar-benar
melupakan semua hal yang terkait anjing liar itu.
Tampaknya tidak ada
pekerjaan yang tidak bisa Marpo lakukan, Tuan Hosoume mengatakan kalau Marpo
adalah pekerja terbaik yang pernah Ia miliki dan Ia selalu mengatakan ini,
karena faktanya tidak terbantahkan umumnya orang jepanglah yang rajin dan orang
Filipina yang pemalas tapi tidak dengan Marpo. Tuan Hosoume mengatakan bahwa
Marpo tumbuh di Hawaii, yang terkenal dengan pengaruh jepangnya. Marpo belajar di
sekolah missionaries yang ada di sana dan Ia memiliki Alkitab pemberiannya
gurunya. Alkitab itu bersampulkan sampul kulit selembut kain, dengan tepian
sambul berwarna keemasan dan pita tipis berwarna ungu sebagai penandanya. Marpo
selalu menyimpan Alkitab itu di meja kecil yang ada di rumah bedengnya,
yangmana tidak ada kasur dengan pegas tapi hanya ranjang bertingkat tiga yang
beralaskan matras. Di halaman pertama buku itu, yang keras dan berwarna hitam,
Gurunya menuliskan kata “Jika kita mendekat pada tuhan, maka Ia-pun akan
mendekat kepada kita.”
Hal apa sajakah yang
sebenarnya dapat dilakukan Marpo? Kenapa, hampir seluruh waktu senggang
digunakan untuk membicarakan prestasi-prestasinya, karena bukan hanya Marpo si
Kristen dan Marpo si pekerja terbaik, tetapi Marpo si atlet, Marpo si musisi
(instrument dan vocal), Marpo si seniman, dan Marpo si teknisi radio:
(1)
Sebagai atlet, Marpo memiliki sepasang
sepatu yang dilengkapi dengan paku-paku tajam ditapak sepatunya, yang Ia semir
selalu. Ketika memakai sepatunya, Ia akan meluncur dari jalan setapak ke jalan
raya yang berjarak kira-kira setengah mil dan kembali lagi. Waktu pertama kali
bekerja dengan keluarga Hosoume, Ia melakukan pacu lari tiap malamnya. Sebelum
Ia makan malam tapi seiring berjalannya waktu Iapun jarang melakukannya, ketika
Ia pergi, Ia tidak pernah lagi menyentuh sepatu itu selama beberapa bulan. Ia
juga memiliki alat pembentuk otot pemberian Charles Atlas, meskipun ukuran
badannya biasa-biasa saja, Ia bisa meregangkannya dengan dengan lengannya.
Giginya begermertak dan badannya menjadi gemetar. (2) Sebagai seniman, Marpo
melukis gambar-gambar bintang film favoritnya, semuanya wanita dan berambut
pirang, seperti Ann Harding dan Jean harlow, dan Ia memajang lukisannya di
dinding. Ia juga membuatkan Yoneko sebuah alat yang dapat dilipat terbuat dari
kayu yang disangga oleh dua buah pensil, di bagian atasnya satu dan yang
sisilainnya juga satu, dan Ia juga dapat merubahnya dalam dua bentuk yang Ia
sukai dari banyak bentuk yang Ia ingini. Meskipun dulunya itu adalah percobaan
yang belum sempurna, dan Seigo menghancurkannya hingga terpisah-pisah suatu
hari ketika Yoneko tidak lagi bersekolah. Ia mengatakan Marpo mencoba untuk
mengkopi penelitian Boob McNutt dari kertas yang bagus saat itu gagal.
(3)
Sebagai Musisi, Marpo memiliki biola seharga 100 dolar. Ia menyimpannya di
sebuah kotak yang memiliki pinggiran yang bewarna merah beludru, Ia membungkus
biola itu dengan selendang sutera berwarna merah. Ia menyelipkan biola itu di
dagunya ketika Ia memainkannya. Marpo juga penyanyi, suara tenornya yang lembut
mengalun dalam irama yang indah dan bergetar menggetarkan jakun dan ibu jarinya
ketika bernyanyi. Daftar lagu untuk vocal dan untuk biolanya berjumlah sama,
kebanyakan himne dan lagu Irlandia. Ia sangat menyukai “The Rose of Tralee” dan
“Londonderry Air.” (4) Yang terakhir, sebagai teknisi radio yang telah
menghabiskan dua musim dingin di sekolah khusus teknisi radio di kota, Marpo
telah merakit sebuah radio yang menyiarkan acara hiburan
Akan tetapi, tidak semua
kepandaian yang dimiliki Marpo terungkap seperti yang ada di sini. Yoneko
menemukannya sedikit demi sedikit setiap harinya, melalui pertanyaan yang
gemblang, menyelidiki barang-barang Marpo, bahkan menguntitnya diam-diam meskipun
yang ini jarang dilakukan. Faktanya, Ia dan Seigo mengujungi Marpo setidaknya
sehari dan mereka berdua selalu merasa kagum dengan apa yang mereka temukan.
Satu hal yang sangat mengejutkan ternyata Marpo menjadi pemalu, penurut dan
pendiam ketika ada Tuan dan Nyonya Hosoume. Dengan yoneko dan Seigo Ia lebih
percaya diri dan lebih santai.
Tidak diingat lagi sudah
berapa lama Yoneko dan Marpo larut dalam diskusi mereka tentang agama. Cukup
penting untuk diketahui bahwa Yoneko adalah umat sejati, mengagumi yesus,
merindukan surge, dan takut akan neraka. Suatu ketika Marpo memberikan
penjelasan kepada Yoneko tentang dasar-dasar nilai agama, Yoneko tidak pernah
menanyakan kebenaran, pertanyaan yang Ia tanyakan bukanlah untuk mencari
pembuktian atas penafsirannya dan tidak pula mencari penjelasan terhadap
keraguannya, tapi menyempurnakan gambaran mentalnya. Contohnya, siapa menurut
Marpo bintang film favorit tuhan? Setan, bagaimana suara tawa Jesus? Pasti
seperti music, tambahnya, mengangguk dengan mangguk-mangguk, menjawab
pertanyaan sendiri untuk memuaskan dirinya, dan apakah menurut Marpo selera
humor tuhan akan tertawa jika mendengar sebuah nyanyian yang dipelajarinya dari
teman-temannya hari ini:
Tidak ada serangga di atas
kita,
Tidak ada serangga di atas
kita,
Mereka mungkin ada di dalam
mangkukmu,
Tapi tidak ada serangan di
atas kita!
Ataukah, Marpo percaya mata
Jesus tidak perih waktu rambut panjang dan bergelombangnya itu disampoi ?
Sungguh dapat mengguncang
iman,
Saat siang mulai berganti
petang di bulan maret pada tanggal 10, 1993, jam 5 lewat sedikit, ketika Ny.
Hosoume menyiapkan makanan, ketika Marpo sendirian menyelesaikan pekerjaannya
di lading sebab tuan Hosoume pergi membeli pupuk pakan ayam, dan diwaktu Yoneko
dan Seigo sedang mendengarkan Skippy, suatu gemuruh yang besar terdengar dan
rumah keluarga Hosoume bergetar dengan hebat seolah-olah beberap raksasa
menggenggam rumah itu dengan kedua tangannya lalu menggguncangkannya. Ny.
Hosoume, yang teringat akan pengalaman menakutkan yang pernah menimpa dirinya
diwaktu kecil dan berteriak, “jishin, jishin!” sebelum Ia lari Ia mengambil
Yoneko dan Seigo dengan kedua tangannya dan menyeret mereka keluar. Ia
menggiring mereka menuju ketengah daratan kebun rhubarb yang berada tidak jauh
dari rumah, mereka semua membungkukkan badannya sambil berangkulan dan
menyaksikan benda-benda di sekitar mereka bergoncang-goncang dan
bergoyang-goyang. Beberapa saat kemudian, marpo datang dari ladang, bergabung
dengan mereka dan berkata, “gempa, gempa!” Marpo memeluk mereka semua
dipelukannya, melindungi mereka seperti Ia melindungi dirinya sendiri.
Tuan Hosoume pulang kerumah
dilarut malam dengan mobil orang asing yang dikemudikan oleh supir keluarga
Reo. Ia kelihatan pucat pasi, gemetaran, matanya jelalatan, Ia bisa dituduh
sedang mabuk, kecuali Ia dikenal sebagai orang yang tidak pernah minum. Rupanya
Ia sedang berada diperjalanan menuju rumah ketika guncangan pertama datang,
Mobil hijau tua milik Reo ditimpa oleh kabel yang tiba-tiba saja terjatuh dari
tiang listrik. Tuan Hosoume, yang menyadari sengatan listrik itu dapat
mengakhiri hidupnya, langsung menggeliat dan menendang-nendang dan ingin
menyelamatkan dirinya. Tangannya melambai-lambai dari setir, mobil itu
terbanting keparit, melepaskan dirinya dari kabel yang memercikkan api.
Ia menghabiskan hidupnya
setelah peristiwa itu dengan tidak berdaya, berkeliling rumah dan ladangnya dan
sering berbaring karena sakit kepala yang teramat sangat dan pusing yang
mendadak datang.
Jadi marpolah yang kembali
masuk rumah saat Yoneko berteriak, “Jangan, Marpo, jangan!” Ia mengeluarkan
kompor minyak Yoneko, makanan, selimut, sementara Mr Hosoume duduk membungkuk
diatas tanah didekat keluarganya.
Tanah masih terus-menerus
bergetar selama beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi. Keluarga Hosoume
dan Marpo Humming Wing tinggal di hamparan rumput hijau yang ada didekat rumah,
hamparan rhubarb menghangatkan mereka untuk makan tiga kali sehari dan
istirahat dimalam hari. Marpo seringkali masuk rumah meski Yoneko memprotesi
dan Ia melaporkan kerusakan-kerusakan kecil; beberapa piring pecah; sekendi
mayonnaise jatuh dari rak dan mengotori lantai dapur dengan gumpalankuning dan
serpihan-serpihan gumpalan kaca.
Yoneko benar-benar merasa
takut mengalami hal ini. Tiba-tiba ia menyadari arti kesemua peristiwa ini, Ia
mulai berdoa kepada Tuhan untuk mengakhiri penderitaan ini. Ia sungguh-sungguh
memohon kepada Tuhan, memuji-Nya, membujuk-Nya, memerintah-Nya, tapi Tuhan
tidak mengabulkan do’anya, tanah masih terus bergemetar. Setelah tiga jam
terdiam, berdo’a dengan putus asa, tanpa hasil apapun. Yoneko mulai menuduh
Tuhan itu tidak memiliki kekuatan apapun, tidak mempunyai perasaan, kejam, atau
tuhan itu tidak ada. Disuatu malam berkabut, di bawah bulan yang memancarkan
cahaya pucat, Yoneko menemukan jawabannya. “Ha,” satu-satunya yang Ia katakan
dengan suara yang bergemetar, waktu Ia tidak memintanya keluar rumah, “ini
semua karena kau dan Tuhanmu!”
Yang lain berpikir secara
filosofis terhadap musibah itu, mengatakan, untung mereka tinggal di desa
dimana resikonya lebih kecil daripada tinggal di kota.
Setelah tanah berhenti
bergemetar dan mayonaisenya yang terjatuh dilantai dapur dibersihkan, semuanya
kembali berjalan normal, kecuali Tuan Hosoume yang lebih sering tinggal di
rumah. Jika sakitnya berkurang Ia akan makan malam di dapur diwaktu Ny.
Hosoume pulang dari lading. Ny. Hosoume dan Marpo melakukan semua pekerjaan di
ladang. Kecuali pada hari-hari tertentu dimana orang-orang meksiko dipekerjakan
untuk membantu mereka. Marpo juga mengemudi dan Ia dan Ny. Hosoume sekarang
yang pergi kekota setiap minggunya untuk menjual sayuran. Sebab itu, Marpo
menjadi sangat dibutuhkan dan Tuan dan Ny. Hosoume sering mengatakan bahwa
mereka sangat berterima kasih kepada Marpo.
Saat liburan musim panas
dimulai Yoneko tetap tinggal di Rumah, Ia menemukan hal-hal yang kurang
menyenangkan di rumahnya, keberadaan ayahnya mengekangnya: contohnya suatu
ketika disaat temannya datang kerumah dan bermain membuat permen-permen, Ayahnya
melarang mereka, katanya permen menghabiskan gula, dan gula bukanlah alat untuk
bermain. Suatu hari disaat yoneko dan temannya bermain boneka-boneka kertas,
Ayahnya datang dan memencet hidungnya berpura-pura kalau Ia akan membersihkan
ingusnya dengan boneka itu. Hingga membuat Yoneko sangat jengkel dengan
ayahnya.
Oleh sebab itu saat Ibunya
pulang dari ladang dan memberikan Yoneko cincin, cincin bewarna keemasan dangan
batu kecil bening di atasnya, seraya berkata, “lihat Yoneko, Ibu akan memberimu
cincin ini. Kalau ayahmu menanyainya dimana kau mendapatkan ini, bilang saja
kalau kau menemukannya di jalan.” Yoneko bingung tapi Ia gembira karena hadiah
yang tidak terduga itu. Dan kesempatan untuk menyimpan rahasia untuk balas
dendam kepada ayahnya. Dan Ia berkata bersedia memenuhi permintaan Ibunya.
Ibunya kembali keladang dan yoneko memasang cincin itu di jari tengahnya.
Cincin yang sama dengan cincin yang Ia temukan dalam kotak keripik jagung, akan
tetapi yang Ia temukan ini agak lebih besar.
Tuan Hosoume tidak pernah
bertanya tentang cincin itu kalau Ia tidak menyadari bahwasanya Yoneko
menggunakannya, suatu ketika yoneko berfikir ayahnya akan menyanyakan cincin
itu, tapi ayahnya hanya marah karena cat kukunya dipakainya, cat kuku itu ia
peroleh dari Yudane Fournier seorang gadis perancis. “kau seperti orang
Filipina,” kata Tuan Hosoume dengan marah. Karena merupakan fakta yang tidak
terbantahkan menurut orang jepang bahwa orang fillipina pada umumnya
berpenampilan mencolok, tiba-tiba Ny. Hosoume datang membela Yoneko, katanya,
kalau Ia tidak salah, gadis-gadis di jepang juga melakukan hal yang sama mencat
kukunya. Buktinya, Ia ingat, Ia harus memotong kuku panjangnya untuk diwarnai,
Ia ingat Ia pernah mengumpulkan daun tsubobana merah atau koyane kuning (yang
tumbuh di bagian bawah batu), mengelilinginya, lalu mencampurnya dengan serbuk
tawas, kemudian memasaknya lalu membiarkannya semalaman dalam amplop kesemek.
Malam kedua, sebelum tidur, Ia membuat benang dari daun palam (karena benang
asli mahal diwaktu itu
) dan mengikat kukunya dan melapisinya dengan daun kesemek atau daun kentang manis tadi. Ia tidak berdaya semalaman, ujung jarinya diikat dengan kuat yang menyebabkan jari-jarinya pegal dan sakit, Ia menggertakkan giginya dan berkata pada dirinya, bahwa ketidaknyamanan ini akan membawa keberhasilan. Dipagi hari, akhirnya ikatannya dilepas, Ia melihat jarinya bersinar dengan warna orange kemerah-merahan yang tembus pandang.
) dan mengikat kukunya dan melapisinya dengan daun kesemek atau daun kentang manis tadi. Ia tidak berdaya semalaman, ujung jarinya diikat dengan kuat yang menyebabkan jari-jarinya pegal dan sakit, Ia menggertakkan giginya dan berkata pada dirinya, bahwa ketidaknyamanan ini akan membawa keberhasilan. Dipagi hari, akhirnya ikatannya dilepas, Ia melihat jarinya bersinar dengan warna orange kemerah-merahan yang tembus pandang.
Yoneko kagum mendengar
cerita Ibunya, karena Ia berfikir Ibunya pasti cantik ketika masih
anak-anak walau tanpa kuku yang bersinar, karena meskipun sudah lewat umur
30-an Ibunya masih cantik. Ketika ia lebih muda dari sekarang, Yoneko ingat Ia
sering mengejar ibunya ketika ibunya ingin pergi keluar, Ia menjatuhkan diri ke
lutut ibunya. Ia telah meninggalkan kebiasaan ini karena Ia harus belajar
mengendalikan dirinya, karena diwaktu-waktu seperti itu Ibunya biasa pergi dan
mengatakan, “saying, kau terlalu cengeng. Kau harus belajar mandiri.” Ia juga
ingat, Ia pernah mendengar orang-orang membandingkan Ibunya dengan embun, bunga
mawar setengah mekar.
Tn. Hosoume bertambah
jengkel, “yoneko tidak boleh memakai cat kuku,” katanya, Ia baru 10 tahun.
“umur jepangnya 11 tahun, dan kita belum terlalu tua,” jawab Ny. Hosoume.
“lihat” ucap Tuan Hosoume,
“jika terus membela mereka, mereka akan tidak mematuhi kita dan melakukan
semuanya mereka mau. Hanya karena aku sakit sekarang, bukan alasan mereka
melawanku dan tidak menghormatiku.
“pernahkah aku melawan
padamu sebelumnya,” kata Ny. Hosoume.
“sering,” kata Tuan Hosoume.
“sebutkan satu saja sebagi
contohnya,” kata Ny. Hosoume.
Mr. Hosoume terdiam, “cukup
keangkuhanmu,” ucap Tn. Hosoume. Karen berbahasa jepang, ayah Yoneko menuduh
Ibunya nama Iki.
“nama-iki, nama-iki?” kata
Ny. Hosoume, “beraninya kau? Aku takkan membiarkan siapapun memanggilku
nama-iki.”
Tuan Hosoume menuju kearah
istrinya yang sedang menyetrika dan menamparnya. Ini pertamakalinya Ia
melayangkan tangannya pada istrinya. Nyonya Hosoume terdiam sesaat, tetapi Ia
tetap menyetrika seolah-olah tidak terjadi apa-apa, sekilas Ia melihat marpo
yang ada diruang itu membaca Koran. Yoneko dan Seigo yang sedang mendengar
radio menatap orang tua mereka dengan termansur.
“tampar aku lagi!” ucap Ny.
Hosoume dengan pelan sambil terus menyetrika. “pukul aku sesukamu!”
Rupanya Tuan Hosoume berniat
menampar istrinya, tapi marpo mendekati mereka, dan meletakkan tangannya di
bahu Tn. Hosoume, “ada anak-anak disini,” kata Marpo, “anak-anak.”
“urusi urusanmu sendiri,”
kata Tuan Hosoume dalam bahasa Inggris yang terbata-bata “keluar aku dari
sini!”
Marpo pergi dan semuanya
berakhir. Ny. Hosoume berkomat-kamit bahwa Marpo mulai lupa tempatnya siapa
dirinya. Sekarang Ia memikirkannya, Marpo mulai lancing kepadanya semenjak
suaminya sakit. Katanya hanya karena Marpo tidak pernah melakukan kesalahan
bukan berarti Ia bisa menjadi lancang. Ia menambahkan, Marpo harus
memperhatikan tingkah lakunya atau Ia bisa saja menjadi pengangguran.
Sesuatau pasti akan terjadi.
Hari ini marpo disini, esok hari pasti ia akan pergi, bahkan tampa mengucapkan
selamat tinggal pada Yoneko dan Seigo. Itu adalah hari dimana keluarga Housoume
pergi kekota disiang hari diakhir pecan. Tidak seperti biasanya, Tuan Hosoume
yang sekarang menghindari menyetir sesring mungkin, mengemudikan mobil reonya
yang sudah tua seolah-olah mobil itu adalh kuda jantan yang penakut, Ia duduk
di kursi kemudi dan memegang roda stirnya. Ia mengemudikan mobilnya dengan
kencang dan kira-kira setengah perjalanan kekota mobilnya menabrak seekor
anjing collie yang keluar dari halaman seseorang.
Mobilnya bergetar, tapi Tuan
Hosoume mengemudikan mobilnya kearah kanan, Yoneko ingin muntah, Ia melihat
kebelakang dan melihat anjing itu terbaring diam di ujung jalan. Saat mereka sampai di ruamah sakit jepang, yang merupakan tujuan mereka,
Tn Hosoume mengingatkan Yoneko dan Seigo untuk tidak nakal dan menunggu dengan
sabar diatas mobil.
Ketika Ny. Hosoume masuk ke
mobil, Ia bersandar kebangku mobil dan menutup matanya. Yoneko menanyakan apa
yang dideritanya, karena Ia tampak kesakitan, tapi Ia hanya menjawab kalau Ia
hanya kurang sehat dan dokter menyarankannya beristirahat. Tn. Hosoume berbalik
dan menasihati yoneko dan Seigo untuk tidak mengatakan kepada siapapun bahwa
mereka pergi kekota pada hari itu. Yoneko dan Seigo menyetujuinya. Di tengah
perjalanan pulang, mereka melewati tempat dimana anjing collie tadi ditabrak,
Yoneko melihat kesana-sini tapi Ia anjng itu sudah tidak ada lagi.
Tidak lama berselang setelah
itu, keluarga Hosoume memperoleh pekerjaan baru, seorang orang jepang yang
berusia lanjut yang memiliki potongan rambut seperti anggota militer. Ia tidak
seperti Marpo Ia tidak memiliki ketertarikan disamping bekerja, makan, tidur
dan bermain gol dengan tuan Hosoume. Sebelum Ia datang Yoneko dan Seigo bermain
di rumah bedeng yang kosong itu sambil mengingat kenangan mereka bersama Marpo.
Sebenarnya Yoneko lebih terluka dibandingkan dengan apa yang diakuinya
karena Marpo meninggalkannya, pergi secara tiba-tiba tanpa pamit kepadanya. Saat
kesedihannya semakin menjadi Ia menghibur dirinya dengan bercerita kepada Seigo
bahwa Marpo adalah orang Filipina yasng biasa-biasa saja dan pemakan anjing. Seigo tidak pernah tahu dengan kekecewaan terhadap pekerja baru itu,
karena Ia mendadak meninggal. Ia dan Yoneko menghabiskan paginya yang panas
dikebun jeruk yang berada tidak jauh, Yoneko membuatnya bingung dengan
kata-kata yang Ia sendiri tidak suka mendengarnya; Yoneko memanggilnya Serge
bukan Seigo: dan Ia dan hal ini membuatnya jengkel Ia mengejar Yoneko dari satu
pohon ke pohon yang lain sepanjang pagi itu. Akhirnya Yoneko mengejeknya dari
atas pohon yang berada jauh dari Seigo, sambil bernyanyi, “Kau benar-benar
sorang pengecut,” yang adalah lagu yang Ia karang sendiri. Seigo menyeringai
dan berteriak, “tentu!” dan Ia pergi meninggalkan Yoneko. Siang harinya, mereka
berkeringat karena mereka berlari-larian mengikuti mesin penggali kentang dan
pekerja meksiko, mesin orang-oranmg meksiko itu dipekerjakan disiang hari, di
ladang, menggali lubang sebesar kelereng, membersihkan kulit kentang, yang
ditinggalkan mesin atau pekerja yang lain. Kemudian, ditengah malam Seigo
menangis, mengeluh sakit perut. Ny. Hosoume memeriksa kepalanya dan meminta
suaminya mencari dokter. Kata dokter Seigo sakit karena banyak makan jeruk muda,
kentang mentah dank arena berpanas-panasan. Tapi baru saja dokter itu pergi,
seigo jatuh koma dan tidak sadarkan diri dan tetsan darah mengalir dari
mulutnya, tuan Hosoume kembali memanggil dokter, dokternya berkata, “tampaknya
keadaannya makin parah,” sehingga Seigo meninggal di usia lima tahun.
Ny. Hosoume sanagt terpukul
dan matanya bengkak karena selalu menangis setiap pagi selama bebrapa minggu.
Sekarang Ia bersikeras untuk mengunjungi kerabatnya yang ada dikota setiap hari
minggu, agar Ia bisa pergi kegereja bersama mereka. Suatu minggu, Ia bangkit
dari duduk, dan menerima kristus selama mengikuti Ibunya ke gereja, Yoneko
akhirnya belajar lagu “Let Us Gather at the Riverd.” Dalam bahasa jepang
sekarang Ny. Hosoume tidak tertarik untuk membahas apapun selain Tuhan dan
Seigo. Ia sangat gemar bercerita kepada pengunjung gereja tentang bagaimana
rupanya seigo sewaktu masih bayi, bagaimana Ia mendandani Seigo seperti anak
perempuan sampai berusia dua tahun. Tuan Hosoume sangat lembut kepadanya,
diwaktu Yoneko menyebabkan ibunya tertawa cekikikan, Ia mengganggu dan berkata,
“benar, Yoneko kita harus buat Ibumu tertawa dan melupakan Seigo.” Yoneko
sendiri tidak menafsirkan menafsirkan Seigo sama sekali. Setiap kali ingatan
tentang seigo melintas difikirannya, Ia segera mengarang lagu dan ini
membuatnya lebih baik.
Suatu malam, ketika pekerja
baru itu telah tinggal dengan mereka selama bebrapa waktu, yoneko membantu
ibunya dengan piring saat dia mendapati dirinya diperiksa dengan mata yang
sangat khas sehingga dengan awal rasa bersalah, dia mulai mencari-cari dalam
pikirannya untuk melakukan kejahatan yang baru saja dia lakukan. Jika Anda
melakukannya, Tuhan akan mengambil dari Anda seseorang yang Anda cintai. "
"Oh, itu," kata Yoneko cepat, "Saya tidak percaya akan hal itu,
saya tidak percaya pada Tuhan." Dan kata-katanya bergoyang-goyang melilit
satu sama lain, dia terus berusaha menjelaskan beberapa alasannya mengapa. Jika
dia lupa menyebutkan ujian yang dia berikan kepada Tuhan selama gempa, mungkin
karena dia sedikit kesal. dia telah mempercayai suatu saat bahwa ibunya akan
bertanya tentang cincin itu (yang sayangnya sudah hilang, di suatu tempat di
flumes di sepanjang tempelan blewah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar